HKBP Yogyakarta,
Khotbah Minggu IV Trinitatis, 27 Juni 2021
Meneladani Persahabatan Daud-Yonatan
(2 Samuel 1:17-27)
Saudara-saudari yang dikasihi oleh Yesus Kristus. Tempo doeloe, peperangan dan penjajahan adalah soal biasa. Di zaman modern ini perang masih lanjut namun dalam bentuk dan isi yang berbeda secara politik, ekonomi, dan teknologi digital. Kini kita sedang berperang terhadap intoleransi, kemiskinan, ketidak-adilan, krisis ekologis, covid-19, dll., dan menjadi ‘musuh bersama’ dalam konteks kehidupan bermasyarakat di tingkat lokal dan global. Ada banyak negara yang menganggarkan biaya besar untuk perlengkapan alat perang, tetapi sedikit untuk biaya kesehatan dan pendidikan. Jarang kita dengar anggaran untuk biaya meningkatkan persahabatan dan perdamaian.
Alkitab menginspirasi agar kita meneladani persahabatan sejati antara Daud dan Yonatan. ‘Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri’ (1 Samuel 18:1). Persahabatan sejati mereka amat istimewa dan khas. Daud dan Yonatan mengikat perjanjian dan saling komit kendati dalam prosesnya ada perbedaan strata sosial di antara mereka. Yonatan – anak raja Saul - tidak sungkan untuk bersahabat dengan Daud si-gembala domba yang ‘belum menjadi’. Ketika Daud hendak terjun ke medan perang, Yonatan pun rela untuk ‘menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya.’ (1 Samuel 18:4), padahal jubah dan perlengkapan perang merupakan lambang kehormatan dan kedudukan. Namun demikianlah Yonatan membuktikan kasih dan kerendahan hatinya. Bahkan Yonatan juga rela mempertaruhkan nyawanya demi Daud (1 Samuel 20:30-34). Seorang sahabat sejati memang "menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran" (Amsal 17:17).
Nas perikop 2 Samuel 1:17-27 mengungkap suatu ratapan dari Daud karena Saul dan ‘Yonatan sahabat sejatinya’ telah gugur sebagai pahlawan dalam proses pertempuran di seputaran pegunungan Gilboa (1 Sam. 31:1-13). Daud bersedih dan menyanyikan sebentuk ratapan: “ ... Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu. Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan. Betapa gugur para pahlawan dan musnah senjata-senjata perang!” (1 Sam 17:25-27). Isi ratapan ini mengungkap betapa hebat persahabatan mereka.
Alkitab menginfokan bahwa kendati raja Saul merasa iri dan dengki terhadap Daud yang ditetapkan sebagai raja untuk menggantikannya, tetapi Yonatan (anak raja Saul) secara bersahabat dan ikhlas menerima pilihan Allah yang menetapkan Daud sebagai raja atas Israel (1 Sam. 20:13-16). Saul tidak menyukai dan kemudian membenci Daud dan hendak membunuhnya dalam pelbagai cara. Tetapi TUHAN menyertai Daud. Sebaliknya, kendanti raja Daud memiliki dua kali kesempatan untuk membunuh Saul, namun raja Daud tidak melakukannya. Ia berkata: “jauhlah daripadaku untuk mencelakakan Saul yang pernah diurapi oleh TUHAN” (1 Sam. 24).
Setelah menduduki takhta Israel, raja Daud tetap mengenang persahabatannya dengan Yonatan yang telah wafat. Ia kemudian membuktikan persahabatannya dengan peduli pada cucu raja Saul, putra Yonatan bernama Mefiboset yang kedua kakinya timpang (difabel) dan nyaris terlupakan. Daud berkata kepada Mefiboset: "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku" (2 Samuel 9:7).
Perihal sahabat, Yesus bersabda: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu” (Yoh. 15:13-14). Dan inilah perintah-Ku, kata Yesus, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku mengasihi kamu (Yoh. 15:12). *AAZS* hkbpjogja.org