Ciri khas pertama dari orang Kristen dalam teks ini menyangkut sukacita. Paulus sendiri telah menunjukkan dalam dirinya, bahwa sekalipun dia saat itu berada dalam suasana yang menyedihkan, dianiaya oleh karena pemberitaan Injil Kristus, namun dia tetap bersukacita, dan itu terungkap secara jelas di pasal 4:4 “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”. Dengan kata-kata ini, Paulus tidak bermaksud untuk menganggap remeh atau mengabaikan begitu saja penderitaan atau pencobaan; namun bagi Paulus, berbagai penderitaan/pencobaan itu seharusnya dipahami sebagai salah satu akibat yang harus kita terima karena memilih percaya pada Kristus (1:29). Selain itu, dalam teks renungan kita pada hari ini disebutkan bahwa sukacita orang Kristen itu dapat terlihat dalam dan melalui doa mereka (1:4), yaitu selalu membawa manusia kepada kemurahan Allah. Itulah doa orang Kristen yang penuh dengan sukacita, dapat mengubah kehidupan umat Tuhan menjadi lebih bersemangat, sebab mampu membawa diri sendiri dan orang lain ke dalam sukacita dan damai sejahtera Allah yang begitu besar. Dalam pengertian yang lebih luas, kehidupan orang Kristen seharusnya dapat mendatangkan sukacita bagi dunia di mana dia berada.
Kehidupan orang Kristen yang benar ditandai dengan adanya “persekutuan” yang harmonis terutama dalam hal berita Injil. Maksudnya ialah bahwa orang Kristen itu haruslah pertama-tama merasa bagian dari yang lain (ay. 1:7a, 8), turut mendapat bagian dalam pekerjaan Injil, turut mengambil bagian dalam penderitaan demi Injil, dan turut mendapat bagian bersama Kristus (1:7-8). Dalam hal ini kita menjadi satu dengan Kristus, dan seterusnya menjadi satu dengan yang lain di antara orang-orang yang percaya pada Kristus Yesus. Persekutuan orang Kristen yang benar terjadi dan terjalin tidak hanya ketika ada sukacita, tetapi juga ketika menderita (dipenjara karena Injil), dalam segala hal dan situasi. Persekutuan orang Kristen sesungguhnya tidak hanya terlihat melalui “persekutuan” ketika kebaktian/ibadah bersama (kebaktian Minggu dan PA), tetapi bagaimana setiap orang percaya merasa bahwa dirinya pertama-tama merupakan bagian dari Kristus, kemudian bagian dari yang lain dalam “persekutuan” itu. Kita boleh saja bersekutu bersama-sama melalui kebaktian minggu atau pun PA, namun itu tidak otomatis menunjukkan bahwa kita merasa bagian dari yang lain, tidak otomatis membuktikan bahwa kita telah menjadi satu dengan Kristus dan telah menjadi satu dengan yang lain dalam ibadah itu. Belum tentu! Karenanya, persekutuan kita dalam ibadah seharusnya diteruskan lagi melalui persekutuan dalam kehidupan sehari-hari dalam aneka dinamika kehidupan kita, baik sukacita maupun dukacita atau penderitaan.
Kekristenan itu terkenal dengan ajaran tentang “kasih”, dan semua orang tahu tentang itu, baik orang Kristen sendiri maupun non Kristen. Paulus pun menyinggung hal itu dalam teks renungan kita pada hari ini, hanya saja dengan penekanan supaya kasih orang-orang percaya pada Kristus itu terus melimpah, bertumbuh, dan makin besar setiap hari, tidak sekadar “ikut-ikutan”, bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian akan yang benar dan baik. Apa artinya? Yaitu bahwa sesungguhnya kasih orang Kristen itu tidak pernah terbatas, justru semakin berkembang dari waktu ke waktu, bahkan dalam berbagai penderitaan pun kasih Kristen itu justru semakin besar. Orang Kristen yang hidup dalam kasih yang seperti ini, secara perlahan tetapi pasti terus bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian akan yang benar dan baik. Hal ini sangat penting, sebab menunjukkan bahwa orang Kristen yang benar itu telah dimurnikan atau dibersihkan dari semua yang jahat (kotor) sehingga menjadi suci/murni sekaligus menunjukkan bahwa orang Kristen yang suci/murni itu tidak pernah menyebabkan diri sendiri dan orang lain tersandung (cacat). Ada banyak orang Kristen yang nampaknya “suci” atau tidak bercacat, tidak bercela, namun mereka “gagal” meyakinkan orang lain untuk percaya pada Kristus; ada banyak orang Kristen yang memiliki kehidupan rohani yang begitu baik, namun tidak mampu mempengaruhi orang lain untuk semakin mengenal kasih Kristus dalam hidup mereka. Bukan orang Kristen dengan tipe seperti ini yang diharapkan oleh Paulus menurut teks renungan kita pada hari ini. Orang Kristen yang telah “disucikan” sesungguhnya mampu menarik orang lain kepada Kristus, dan menjadikan Kristus sebagai pusat dan arah seluruh kemuliaan, bukan dirinya sendiri. Itulah kasih yang melimpah, terus bertumbuh, semakin besar, dan mampu membawa orang lain menjadi lebih dekat kepada Kristus. Sekaligus terus menjaga dirinya agar sungguh hidup suci dalam penantiannya akan hari Kristus, kita sudah semakin dekat kepada hariNya Kristus, itu berarti kita tidak lagi punya waktu untuk hidup secara “ugal-ugalan”, melainkan terus menata kehidupan yang beradab, bermoral, semakin menghargai dan menghidupi, serta terus merasakan apa yang sungguh-sungguh baik, terus mengetahui kehendak-kehendak Allah, dan melakukannya dengan benar dan tepat; sehingga benar-benar kita siap sedia untuk hariNya Kristus, Tuhan kita. Amin. BWP