Perikop bacaan kita saat ini adalah penggalan kisah tentang bagaimana seorang pemimpin seperti Nehemia membela warganya yang miskin dan mengalami pemiskinan terstruktur oleh pemerintahan dan para pembesar saat itu. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dalam kisah kita ini? Mengapa muncul persungutan dan keluhan dari warga yang kembali dari pembuangan? Berdasarkan ayat 1-13, maka ada beberapa hal yang perlu diuraikan mengenai kondisi keluhan tersebut, yakni sedikit banyaknya, jumlah hasil persediaan gandum sebagai bahan pokok berbanding terbalik dengan jumlah anggota keluarga yang harus diberi makan (ay.2). Sangat mungkin disebabkan karena kondisi tanah yang belum semua dapat digarap. Dampak dari minimnya pasokan bahan pokok makanan ini membuat beberapa warga menjual kebun anggur, ladang dan rumah mereka demi mendapatkan gandum yang harganya demikian tinggi (ay.3). Dapat dibayangkan kondisi sangat memprihatinkan terjadi saat itu. Bukan saja tidak bisa makan, mereka kini tidak ada tempat berteduh atau mencari nafkah karena sumber nafkah yakni kebun dan ladang sudah dijual, termasuk rumah sebagai tempat mereka tinggal. Kondisi ini diperparah dengan jumlah pajak yang sangat tinggi harus dibayar kepada raja (ay.4). Hal membayar pajak adalah hal wajar pada masa itu terutama kepada penguasa. Andaikata kondisi mereka makmur tentu tidak akan menjadi masalah pada waktu itu. Rupa-rupanya ada yang mengambil kesempatan di tengah kesempitan orang banyak yang menderita pada waktu itu. Hal ini tergambar pada ay.5 bacaan kita. Demi kelangsungan hidup, akhirnya mereka berhutang pada saudara mereka sebangsa yang memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik. Cara berhutangpun dilakukan dengan sistem riba (bunga) yang mencekik para orang miskin tersebut.
Bukan itu saja, ketika tidak mampu membayar karena bunga yang tinggi, maka keluarga penghutang menjadi jaminan dan kemudian menjadi budak dari saudara sebangsanya sendiri. Para penguasa memberi bunga yang tinggi dan mengatur sistem jual beli budak dengan harga yang murah ini tentu mendapat keuntungan saat membangun kekuatan ekonomi dan bisnis di daerah yang baru mau berkembang itu.
Selanjutnya, apa reaksi Nehemia sebagai wakil pemerintahan Persia waktu itu? Nehemia diangkat sebagai Bupati (5;14), sehingga memiliki wewenang dan kekuasaan langsung dari Kerajaan Persia, sehingga wajar jika orang banyak datang mengadu padanya. Perhatikan apa yang dilakukan oleh Nehemia sebagai seorang pemimpin di masa “kacau” itu: Perlu untuk ditekankan bahwa kondisi di kampung halaman tidak memiliki berbagai fasilitas penunjang, dan siap untuk menghadapi kedatangan orang banyak. Sebaliknya, Nehemia baru memasuki tahap awal perbaikan infrastuktur, sistem pemerintahan dan sistem keagamaan. Kacau adalah istilah yang tepat dimasa bupati Nehemia pada saat itu. Ketika mendengar keluhan itu, Alkitab menyebut bahwa reaksi Nehemia adalah “sangat marah”. Sebelum mengurai arti mengapa ia sangat marah tersebut, mari perhatikan secara detail redaksi ayat 6 bacaan kita: “Maka sangat marahlah aku, ketika kudengar keluhan mereka dan berita-berita itu.”. LAI menerjemahkan keluhan yaitu tangisan. Perhatikanlah di tengah kesibukan dan keterbatasan Nehemia melaksanakan tugas-tugas yang tidak mudah itu, ia tidak mengabaikan KELUHAN dan tangisan warga golongan miskin dan tidak berpangkat itu. Alkitab menyebut bahwa Nehemia segera bereaksi. Jika kita membayangkan ketika sedang sangat sibuk itu, tiba-tiba mereka datang “mengganggu” Nehemia dengan masalah perut mereka. Nehemia segera berhenti beraktifitas dan dengan penuh seksama duduk mendengar jeritan golongan tidak mampu yang datang padanya. Bagian ini penting untuk memberi arti tentang pemimpin yang seperti apakah Nehemia itu. Mengapa Nehemia sangat marah? Sangat beralasan. Sekian tahun umat Israel menderita oleh bangsa luar. Tanah yang berlimpah susu dan madu itu kemudian dikuasai oleh bangsa lain. Nyatanya ketika TUHAN membawa mereka pulang dan menikmati kebebasan, justru umat kembali mengalami penindasan dan perbudakan, pemerasan, dan perampasan hak, bukan oleh bangsa lain tapi oleh bangsa sendiri. Itulah sebabnya Nehemia disebut sangat marah. Tindakan jitu seorang pemimpin yang baik adalah tidak langsung bertindak melainkan mengolah informasi yang masuk padanya dengan cara menimbang dengan penuh ketelitian. Itulah yang digambarkan pada awal ayat 7 bacaan kita. Selanjutnya sebagai pemimpin, ia menggunakan wibawa kekuasaannya dengan memanggil para pejabat dan pemuka sebagai sumber segala masalah tersebut. Tanpa ragu dan kuatir, Nehemia membuka “kesalahan” mereka di depan mata mereka. Nehemia tidak memihak kepada para pejabat itu demi zona nyaman dan tidak enak hati. Ia tidak memilih berdiri di samping para pebisnis kotor yang menyengsarakan rakyatnya. Ia dengan tegas meminta mereka menghentikan perbuatan jahat mereka dan mengembalikan semua orang yang telah terjerat hutang dan sistem perbudakan. Nehemia berhasil menjadi pemimpin yang baik dan berhikmat, ketika ia lebih memihak kepada kebenaran dan kemudian menolong rakyatnya yang mengalami kesengsaraan hidup. Demikianlah Nehemia telah menjawab keluhan dan tangisan rakyatnya ditengah segala keterpurukan, kemiskinan, kepapaan dan ketidakberdayaan mereka. Lebih lagi sebagai umat percaya, Allah pasti dan akan menjawab setiap pergumulan kita seturut dengan kehendakNya, seperti Paulus ketika berulang-ulang berdoa kepada Tuhan, Allah mengatakan, cukuplah kasih karuniaKU bagimu... (2 Kor 12 : 9), Tuhan akan memenuhi dan menganunegarahkan kasih karuniaNya yang cukup bagi setiap kita. Mari terus menyuarakan dan menyerukan kondisi kehidupan kita kepadaNya, Tuhan menjawabnya seturut dengan kasih karuniaNya. Tuhan memberkati. BWP.