SUKACITA ATAS KEMBALINYA ANAK YANG HILANG

Lukas 15.11-32

Hari ini kita akan merenungkan sebuah perumpamaan yang sangat terkenal dari Tuhan Yesus yaitu perumpamaan tentang anak yang hilang. Perumpamaan ini bukan hanya sekedar cerita, tetapi sebuah cerminan kasih Bapa yang tidak pernah lelah menanti dan sukacita yang meluap atas setiap kepulangan atau kembalinya anak yang hilang.

Injil Lukas ditulis oleh Lukas seorang tabib dan rekan seperjalanan Rasul Paulus. Injil ini dikenal karena fokus pada kasih karunia Allah yang menjangkau semua orang termasuk mereka yang dianggap terpinggirkan atau terbuang oleh masyarakat. Seperti orang Samaria, orang miskin wanita dan pemungut cukai. Perumpamaan-perumpamaan dalam injil Lukas seringkali menekankan tema belas kasihan, pengampunan dan sukacita surgawi atas pertobatan sejati orang berdosa. Perumpamaan tentang anak yang hilang adalah saah satu perumpamaan kunci yang menggambarkan dengan jelas sifat Allah yang penuh kasih dan pengampunan, yang menjadi inti dari pengajaran Yesus.

Perumpamaan ini terbagi menjadi tiga karakter utama yang menggambarkan tiga sikap berbeda, yaitu:

1. Anak Bungsu, artinya ia mewakili orang-orang yang menjauh dari Tuhan dengan meminta warisan lebih awal. Ia menunjukkan sikap pemberontakan dan ketidakperdulian terhadap ayahnya yakni ia ingin hidup bebas, lepas dari aturan dan otoritas ayahnya. Namun kebebasan semua itu justru membawanya pada kehancuran dan penderitaan. Di tengah kesengsaraan ia menyadari kesalahannya dan memutuskan untuk Kembali. Artinya ini adalah gambaran tentang pertobatan sejati. Kita menyadari dosa, menyesal dan mengambil langkah untuk kembali kepada Bapa.

2. Sang Ayah, artinya ia adalah gambaran sempurna dari Allah Bapa, meskipun anakNya telah menyakitinya hati sang ayah tidak pernah membencinya, ia tidak hanya menunggu tetapi juga secara aktif menanti saat melihat anaknya dari jauh ia lari menyambutnya. Tindakan berlari ini sangat tidak lazim untuk seorang pria tua pada masa itu dan menunjukkan kerendahan hati dan kasih yang luar biasa. Ia tidak meminta penjelasan, tidak menghukum melainkan segera memulihkan anaknya dengan memberikan jubah, cincin dan sandal. Semua ini adalah symbol dari pemulihan penuh dan penerimaan kembali sebagai seorang anak yang berharga. Hal ini menunjukkan bahwa kasih Allah mendahului pertobatan kita, Ia sudah mengasihi kita bahkan sebelum kita Kembali kepadaNya.

3. Anak Sulung, artinya ia mewakili mereka yang taat pada aturan tetapi hatinya dipenuhi dengan iri hati dan kebencian, ia tidak memahami kasih karunia Bapa. Ia marah karena ayahnya begitu mudah mengampuni adiknya yang telah melakukan kesalahan besar sementara ia yang selalu taat tidak pernah mendapatkan perlakuan istimewa. Sikapnya menunjukkan bahaya dari agama tanpa kasih karunia. Ia melayani ayahnya tetapi motivasinya adalah  untuk mendapatkan upah, bukan karena kasih. Bapak keluar untuk membujuknya, menunjukkan bahwa kasih bapa juga terbuka bagi mereka yang berada di dalam rumah tetapi belum memahami hati bapak.   Jadi inti dari perumpamaan ini adalah sukacita yang besar atas kepulangan anak yang hilang. Perayaan yang diadakan bukanlah sekedar pesta tetapi sebuah manifestasi dari sukacita surgawi yang meluap ketika satu orang berdosa bertobat. Saudaraku mari kita merenungkan dimana posisi kita hari ini, apakah kita seperti anak bungsu yang perlu kembali kepada bapa atau apakah kita seperti anak sulung yang taat tetapi hatinya dipenuhi iri hari. Marilah kita datang kepada Bapa dengan hati yang penuh pertobatan dan marilah kita ikut merasakan sukacita yang besar atas setiap jiwa yang kembali kepadaNya. Amin. ABP

Scroll to Top